Surat
yang Dikirim ke Ujung Kota
“Sebentar, ini
surat kedua, kan? Apa kamu yakin dengan mengirim surat, perasaanmu akan
terbalaskan?”
“Biarkan. Aku
menulis surat hanya untuk orang yang cukup penting, bukan untuk membalas suatu
hati atau cinta, tapi sebuah tahap akhir, surat adalah tanda bahwa aku
benar-benar mencintainya.”
“Iya, silahkan
menulis.”
Ray adalah
seorang wartawan paruh waktu yang selalu aku pinjam penanya untuk menulis
sebuah surat, pena yang ia punya memiliki tinta yang pas untuk ditulis di
sebuah surat. Pada surat sebelumnya, ia menjadi editor dadakan, dan sekaligus
menjadi saksi bahwa surat itu tidak dihargai ditempat ia bermuara.
Apakah surat
ini akan ada hasilnya? Mari kita lihat. Oleh karena itu, tolong jangan ganggu
aku selagi menulis, biarkan aku menuntaskan ini.
Dari pusat kota, tujuh kilometer dari
Istana
Ditujukan untuk, Ny.
Prasakti:
Sebelumnya aku
minta maaf, aku menggunakan cara yang terbilang kolot untuk menghubungimu (mungkin ini menjadi sebuah penutup),
tapi tidak apa, kan?
Terimakasih
sudah memberikan aku waktu yang cukup untuk mengenalmu, walaupun aku harus
menunggu sekitar 90 hari untuk bisa membuka komunikasi secara intens denganmu.
Selama 90 hari, kepercayaan adalah bekal selama menunggu kamu membalas direct message, aku percaya bahwa kamu
adalah orang yang patut ditunggu, jadi menurutku, tidak ada masalah dengan 90
hari itu.
Akhirnya kita
berjumpa, di sebuah Mall besar di ujung kota. Apa kamu tahu, apa reaksi yang
aku sembunyikan saat pertama kali aku melihatmu?
“Alamak! Cantik
kali anak ni!” Iya itu, tapi aku berusaha tenang dihadapanmu.
Saat memasuki
lobi utama bioskop, beberapa topik perbincangan mulai keluar, dan kamu tahu?
Aku merasa kamu mengerti dengan semua cerita yang aku sampaikan. Selama film
“Headshot” diputar, kamu selalu asik sendiri dengan ketakutanmu saat melihat
setiap aksi di film tersebut, dan bagian yang menjadi favoritku adalah.. kamu
selalu usil ketika aku sedang serius melihat film.
Bagian terlucu
adalah, ketika kamu bingung memilih antara chatime, mc.donald, j.co dan dunkin. Karenanya,
kita naik turun eskalator dan mengelilingi Mall yang sangat luas itu, yang pada
akhirnya kamu menentukan pilihan di chatime. Lalu, kita tertawa
karenanya, (Percayalah, aku menulis ini sambil menahan tawa)
Kamu sempat
membuatku berdebar dan rasanya seperti ditodong pistol buatan Slovakia yang
paruhnya sangat dingin, saat kamu menjelaskan..
“Tau gak kenapa
orang bisa pacaran? Ada tiga faktor yang bikin orang pacaran. Pandangan pertama, rasa nyaman, dan gairah.”
Kamu memang
calon Psikolog yang mahir, ketika kamu menjelaskan itu, aku benar-benar
menyimak dan pikiranku usil: Apa kamu
sudah merasa pas di pandangan pertama kita? Dan apakah kamu sudah nyaman
denganku?
Lalu,
pertanyaanmu yang ini:
“Coba jelaskan, bagaimana first
impression-mu buat aku?”
Pertanyaanmu
yang satu ini seketika membuat kerongkonganku mengering dan memaksaku untuk
langsung menghabiskan minuman yang berukuran besar itu. Aku berusaha untuk
tenang menjawab pertanyaanmu. Tiga jam kita lewati waktu di meja kecil chatime.
Hari itu, SEMPURNA.
Pertemuan
Kedua:
Ac mobil yang
mati adalah faktor yang membuatku kelelahan dalam menempuh perjalanan menuju
rumahmu, di ujung kota. Lagi-lagi, kamu mengejutkanku dengan kecantikanmu...
Kamu menjadi sosok sempurna yang aku bawa pada sore itu dengan mobil yang tidak
ber-Ac, jujur, aku takut kamu berkeringat saat itu (Maafkan)
Kita
melanjutkan sholat maghrib di Pom Bensin, sambil menunggu beberapa temanmu. Aku
merasa bangga, ketika kamu antusias mengenalkanku kepada teman-temanmu.. Jujur,
pikiranku kembali usil. Setelah itu, kita melanjutkan perjalanan menuju Sentul.
Apa kamu ingat
ketika ada Bus melintas di samping mobil? Kamu sontak menurunkan kaca dan
berteriak “OM TELOLET OM!” lalu kita tertawa. Dan pada hari itu, hubungan kita
semakin dekat. Kamu mulai berani mencubit-cubit lenganku, dan tahukah kamu? Aku
merasa senang dengan itu dan aku berharap cubitan itu meninggalkan luka memar
yang permanen.
Sesampainya
dirumahmu, pukul 22.00, orang tua kamu tidak di rumah, tapi Ibumu berpesan
untuk mengajakku makan bersama di rumah saudaramu, tapi aku tolak.
Aku benar-benar
tidak sadar bahwa penolakanku menjadi sebuah mimpi buruk yang membuatku
menyesal. Kamu kecewa.
Kekecewaanmu
membuatmu berhenti memberi kabar, berhenti untuk bercerita, berhenti untuk
jujur. Pada hari itu, aku benar-benar khawatir.
Tidak ada lagi
pertemuan untukku, untuk kita.
Kamu sulit
dihubungi.
Jadi,
menurutku, surat adalah cara terakhir untuk menjelaskannya: Aku sayang kamu, Ny. Prasakti
Sikapmu yang
demikian, membuatku menerka bahwa ada lelaki diseberang sana yang sudah
menambal rasa kecewamu kepadaku, tidak apa, aku berterimakasih dengan lelaki
yang sudah membuatmu bahagia. Saat ini, aku benar-benar kesulitan untuk
menerima kenyataan bahwa kamu sudah perlahan pergi, menipiskan harapan dan
mempersempit kesempatan.
Maafkan apabila
banyak kekurangan di dua pertemuan pertama (mungkin kamu akan menjadikannya
yang terakhir, tapi entahlah) , jujur, sangat sulit menghubungimu.
Kamu sosok
perempuan yang aku butuhkan, sosok perempuan yang nyaris sempurna.
Aku tidak punya
apa-apa, tapi aku punya keterampilan untuk terus menjaga dan menjamin keselamatanmu,
sampai kapanpun. Kalau memilikimu adalah sesuatu yang mustahil, maka izinkan
aku untuk menjagamu, dari jauh. Maafkan aku yang sudah sangat mengecewakanmu.
Aku akan terus
berusaha. Izinkan aku menunggu kesempatan itu.
Jika di depan
sana banyak lelaki yang mengecewakanmu, aku siap untuk menjadi sesuatu yang
membuatmu menoleh ke belakang melihatku. Dan menjadi tempatmu kembali.
Percayalah, aku
sudah menunggumu sejak lama, aku sudah menunggu sejak lama. Aku sudah menunggu.
Izinkan aku untuk mendapat kesempatan itu.
Tapi, kamu
sudah kecewa, jadi.. aku akan kembali menunggu.
Aku tunggu
kamu, ya!
Oh iya, Malam
pesta kor yang kamu datangi itu, aku sempat memonitor dari jauh, dan aku sangat
setuju dengan salah satu taruna yang sedari awal mendekatimu, menurutku, taruna
tk. 2 itu cukup baik dan tidak mengecewakan. Kamu tidak perlu takut, aku
mengawasimu bukan bentuk dari overprotek,
tapi sebuah bentuk untuk memastikan
kamu tetap aman.
Aku sayang
kamu.
Teruntuk Ny.
Prasakti,
AB