Wednesday, December 28, 2016

!23

Surat yang Dikirim ke Ujung Kota


“Sebentar, ini surat kedua, kan? Apa kamu yakin dengan mengirim surat, perasaanmu akan terbalaskan?”

“Biarkan. Aku menulis surat hanya untuk orang yang cukup penting, bukan untuk membalas suatu hati atau cinta, tapi sebuah tahap akhir, surat adalah tanda bahwa aku benar-benar mencintainya.”

“Iya, silahkan menulis.”

Ray adalah seorang wartawan paruh waktu yang selalu aku pinjam penanya untuk menulis sebuah surat, pena yang ia punya memiliki tinta yang pas untuk ditulis di sebuah surat. Pada surat sebelumnya, ia menjadi editor dadakan, dan sekaligus menjadi saksi bahwa surat itu tidak dihargai ditempat ia bermuara.
Apakah surat ini akan ada hasilnya? Mari kita lihat. Oleh karena itu, tolong jangan ganggu aku selagi menulis, biarkan aku menuntaskan ini.

Dari pusat kota, tujuh kilometer dari Istana
Ditujukan untuk, Ny. Prasakti:


Sebelumnya aku minta maaf, aku menggunakan cara yang terbilang kolot untuk menghubungimu (mungkin ini menjadi sebuah penutup), tapi tidak apa, kan?

Terimakasih sudah memberikan aku waktu yang cukup untuk mengenalmu, walaupun aku harus menunggu sekitar 90 hari untuk bisa membuka komunikasi secara intens denganmu. Selama 90 hari, kepercayaan adalah bekal selama menunggu kamu membalas direct message, aku percaya bahwa kamu adalah orang yang patut ditunggu, jadi menurutku, tidak ada masalah dengan 90 hari itu.

Akhirnya kita berjumpa, di sebuah Mall besar di ujung kota. Apa kamu tahu, apa reaksi yang aku sembunyikan saat pertama kali aku melihatmu?

“Alamak! Cantik kali anak ni!” Iya itu, tapi aku berusaha tenang dihadapanmu.

Saat memasuki lobi utama bioskop, beberapa topik perbincangan mulai keluar, dan kamu tahu? Aku merasa kamu mengerti dengan semua cerita yang aku sampaikan. Selama film “Headshot” diputar, kamu selalu asik sendiri dengan ketakutanmu saat melihat setiap aksi di film tersebut, dan bagian yang menjadi favoritku adalah.. kamu selalu usil ketika aku sedang serius melihat film.

Bagian terlucu adalah, ketika kamu bingung memilih antara chatime, mc.donald, j.co dan dunkin. Karenanya, kita naik turun eskalator dan mengelilingi Mall yang sangat luas itu, yang pada akhirnya kamu menentukan pilihan di chatime. Lalu, kita tertawa karenanya, (Percayalah, aku menulis ini sambil menahan tawa)

Kamu sempat membuatku berdebar dan rasanya seperti ditodong pistol buatan Slovakia yang paruhnya sangat dingin, saat kamu menjelaskan..
“Tau gak kenapa orang bisa pacaran? Ada tiga faktor yang bikin orang pacaran. Pandangan pertama, rasa nyaman, dan gairah.”

Kamu memang calon Psikolog yang mahir, ketika kamu menjelaskan itu, aku benar-benar menyimak dan pikiranku usil: Apa kamu sudah merasa pas di pandangan pertama kita? Dan apakah kamu sudah nyaman denganku?

Lalu, pertanyaanmu yang ini:

Coba jelaskan, bagaimana first impression-mu buat aku?
Pertanyaanmu yang satu ini seketika membuat kerongkonganku mengering dan memaksaku untuk langsung menghabiskan minuman yang berukuran besar itu. Aku berusaha untuk tenang menjawab pertanyaanmu. Tiga jam kita lewati waktu di meja kecil chatime. Hari itu, SEMPURNA.

Pertemuan Kedua:

Ac mobil yang mati adalah faktor yang membuatku kelelahan dalam menempuh perjalanan menuju rumahmu, di ujung kota. Lagi-lagi, kamu mengejutkanku dengan kecantikanmu... Kamu menjadi sosok sempurna yang aku bawa pada sore itu dengan mobil yang tidak ber-Ac, jujur, aku takut kamu berkeringat saat itu (Maafkan)

Kita melanjutkan sholat maghrib di Pom Bensin, sambil menunggu beberapa temanmu. Aku merasa bangga, ketika kamu antusias mengenalkanku kepada teman-temanmu.. Jujur, pikiranku kembali usil. Setelah itu, kita melanjutkan perjalanan menuju Sentul.

Apa kamu ingat ketika ada Bus melintas di samping mobil? Kamu sontak menurunkan kaca dan berteriak “OM TELOLET OM!” lalu kita tertawa. Dan pada hari itu, hubungan kita semakin dekat. Kamu mulai berani mencubit-cubit lenganku, dan tahukah kamu? Aku merasa senang dengan itu dan aku berharap cubitan itu meninggalkan luka memar yang permanen.

Sesampainya dirumahmu, pukul 22.00, orang tua kamu tidak di rumah, tapi Ibumu berpesan untuk mengajakku makan bersama di rumah saudaramu, tapi aku tolak.

Aku benar-benar tidak sadar bahwa penolakanku menjadi sebuah mimpi buruk yang membuatku menyesal. Kamu kecewa.

Kekecewaanmu membuatmu berhenti memberi kabar, berhenti untuk bercerita, berhenti untuk jujur. Pada hari itu, aku benar-benar khawatir.

Tidak ada lagi pertemuan untukku, untuk kita.

Kamu sulit dihubungi.

Jadi, menurutku, surat adalah cara terakhir untuk menjelaskannya: Aku sayang kamu, Ny. Prasakti

Sikapmu yang demikian, membuatku menerka bahwa ada lelaki diseberang sana yang sudah menambal rasa kecewamu kepadaku, tidak apa, aku berterimakasih dengan lelaki yang sudah membuatmu bahagia. Saat ini, aku benar-benar kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa kamu sudah perlahan pergi, menipiskan harapan dan mempersempit kesempatan.

Maafkan apabila banyak kekurangan di dua pertemuan pertama (mungkin kamu akan menjadikannya yang terakhir, tapi entahlah) , jujur, sangat sulit menghubungimu.
Kamu sosok perempuan yang aku butuhkan, sosok perempuan yang nyaris sempurna.

Aku tidak punya apa-apa, tapi aku punya keterampilan untuk terus menjaga dan menjamin keselamatanmu, sampai kapanpun. Kalau memilikimu adalah sesuatu yang mustahil, maka izinkan aku untuk menjagamu, dari jauh. Maafkan aku yang sudah sangat mengecewakanmu.

Aku akan terus berusaha. Izinkan aku menunggu kesempatan itu.

Jika di depan sana banyak lelaki yang mengecewakanmu, aku siap untuk menjadi sesuatu yang membuatmu menoleh ke belakang melihatku. Dan menjadi tempatmu kembali.

Percayalah, aku sudah menunggumu sejak lama, aku sudah menunggu sejak lama. Aku sudah menunggu. Izinkan aku untuk mendapat kesempatan itu.

Tapi, kamu sudah kecewa, jadi.. aku akan kembali menunggu.

Aku tunggu kamu, ya!

Oh iya, Malam pesta kor yang kamu datangi itu, aku sempat memonitor dari jauh, dan aku sangat setuju dengan salah satu taruna yang sedari awal mendekatimu, menurutku, taruna tk. 2 itu cukup baik dan tidak mengecewakan. Kamu tidak perlu takut, aku mengawasimu bukan bentuk dari overprotek, tapi sebuah bentuk untuk memastikan kamu tetap aman.


Aku sayang kamu.



Teruntuk Ny. Prasakti,



AB