Thursday, March 20, 2014

==



 



Takbir Yang Mengudara
Oleh: Aldyan Bopa

   Sekilas, tidak ada yang nyentrik dari rumah itu: Pagar besi ringan berwarna hitam yang mulai mengarat di sudut-sudutnya. Kanopi hitam tembus pandang menjulang ke depan tidak begitu panjang. Serta catnya yang masih berwarna hijau sitrun. Namun, apabila ditelesik kedalam, rumah itu sedang diselimuti dewa bahagia: Mereka akan pergi ke Barcelona besok.

   Koper-koper berwarna hitam telah siap dengan kondisi yang gemuk karena terisi begitu penuh dengan baju dan barang-barang lain. Di sisi lain, ada tote bag berisi camilan ringan dan minuman. Mungkin untuk di Bandara, pesawat, atau bahkan, di Barcelona. Hal ini pasti akan
membuat Siti dan Alex tidak tidur untuk malam ini, juga anaknya
Idris dan Shaina, itu wajar, asal jangan sampai tidak makan dan minum. Siapa orang yang tidak akan merasa tercekik ketika ingin ke Barcelona? Menginjak Camp Nou, markas tim Catalan. Serta menyaksikan indahnya air
mancur di Font Magica de Montjuic, atau pergi ke Hospital de Sant Pau yang di dalamnya bisa  menyaksikan karya-karya arsitek Lluis Domenech i Montaner yang menceritakan gerakan revolusi di tahun 1902.  Pasti, Camp Nou objek yang akan mereka tuju selain El Prat De Llobregat
Bandara Barcelona.

"Ingat, paspor jangan sampai ketinggalan. Hehehe" Alex menegur halus
istrinya, Siti. Sembari merapihkan isi ranselnya.

"Iya, semua sudah aku siapkan, Pak." Jawab Siti dengan tersenyum.
"InsyaAllah enggak ada yang ketinggalan."

   Malam kian larut, mencoba berlari secepat mungkin untuk menjemput fajar. Namun, mata Alex dan keluarganya masih enggan menutup dengan sempurna
membayang-bayangkan kota Sejuta Keindahan tersebut.

   Jarum jam terus merangkak melewati angka-angka di sekelilingnya,ketika sampai di angka tiga, mereka tertidur. Mungkin mereka akan bangun jam tujuh pagi nanti, karena penerbangan pesawat mereka pukul sepuluh waktu sekitar. Empat jam untuk tidur malam itu sangatlah
kurang dan singkat. Dengan mata yang mengantuk dan pedih, mereka dengan terburu-buru berdandan dan bersiap-siap.

   Kia Rio mulai keluar dengan perlahan dari rumah sitrun tersebut dan melipir keluar area kompleks. Melaju dengan sedikit cepat menuju Cengkareng, sekitar empat puluh delapan menit perjalan, mereka sampai di area parkir Soekarno-Hatta dan bergegas menuju terminal 2D
keberangkatan Internasional. Alex menuju tempat check in, sedangkan Siti, Idris dan Shaina menunggu di depan toko souvenir yang ada di dalam Bandara. Tidak lama, Alex menghampiri mereka dengan beberapa
lembar kertas yang lekas ia masukan ke dalam saku jeans hitamnya.

"Yaudah, yuk, kita tunggu di ruang tunggu aja." Alex mengambil
ranselnya dibawah lantai, lalu menggendongnya "takut ketinggalan
pesawat."

   Dengan perasaan campur aduk, mereka menaiki eskalator untuk menuju ruang tunggu. Membawa empat koper dan dua ransel besar. Tidak ketinggalan satu tote bag berisi makanan dan minuman. Bibir Siti bergerak-gerak seraya ia melafalkan doa-doa pendek dan dzikir meminta perlindungan kepada Allah. Alex mengotak-atik gadgetnya, membalas satu persatu pesan singkat dari rekan kerjanya, Idris dan Shaina asik bermain games di tablet. Beberapa puluh menit kemudian, terdengar dengan jelas nouncer Bandara mengumumkan pesawat
yang akan ditumpangi Alex sekeluarga, akan berangkat beberapa saat lagi. Dada mereka semakin sesak dan penuh ketika langkah-langkah mereka sampai di lapangan udara Soekarno-Hatta, dengan jelas pesawat besar Airbus A-3412 ada tepat di depan mata mereka. Tapakan kaki mereka di bibir pintu pesawat disapa hangat oleh para pramugari yang mengenakan seragam merah marun serta penutup kepala khasnya yang senada dengan warna seragamnya. Interior lumayan mewah ada di bagian kabin pesawat, kursi penumpang yang berwarna merah serta dibagian belakang kepala kursi dipasang LCD Mini.

   Alex, Siti, Idris dan Shaina mulai duduk di kursi dengan nomor yang telah ditentukan. Wajah mereka berseri-seri, senyuman mereka hampir tidak pernah pudar hingga awak kabin
pramugari menginstruksikan pemakaian sabuk, mematikan alat komunikasi atau elektronik dan
alat-alat yang digunakan dalam keadaan darurat. Setelah itu, memberitahu bahwa beberapa saat lagi pesawat akan lepas landas.

“Kira-kira setelah ke Camp Nou, kita kemana, Kak?” Tanya Alex kepada Idris yang juga fans berat Alexis Sanchez.

“Pokoknya aku harus dapat tanda tangas Bang Sanchez, Hahaha.” Jawab Idris sembari tertawa, “Tapi, pasti susah, deh, Kakak buat dapatkan tanda tangan dia, Yah.”

   Sudah lama Idris memimpikan untuk berada di dalam Stadion megah tersebut untuk menyaksikan pemain favoritnya berlaga secara langsung. Tapi tidak dipungkiri, untuk mendapatkan tanda tangan pemain sekelas Alexis Sanchez memang tidak mudah, akan banyak petugas keamanan dan official Barcelona FC yang akan menjaga ketat para pemain sebelum dan sesudah pertandingan. Dan sepertinya, Idris harus berusaha keras untuk mewujudkan keinginannya yang satu itu.

“Semoga aja kamu dapat tanda tangan dia, ya, Kak.” Ucap Alex berusaha menghibur  Idris.“Kalau Shaina, di Barcelona nanti mau ngapain?”
“Aku mau makan Croquetas!” Jawab Shaina dengan bersemangat. Alex dan Siti hanya tertawa mendengar keantusiasan Shaina.

   Semua penumpang telah siap, Alex dan keluarga mempertegas posisi duduk mereka, lalu, memasang safety belt.

   Suara mesin pesawat kian mendenging di telinga penumpang seiringnya persiapan take-off, perlahan-lahan pilot menaikan kecepatan pesawat hingga yang tercepat dan.. Ya, Alex sekeluarga serta penumpang lainnya mengudara, bersiap menuju Barcelona. Setelah kondisi pesawat aman, Awak Pesawat mengizinkan penumpang melepas safety belt dan lampu kabin
pun dimatikan. Mereka terlihat berbincang ringan sambil menikmati camilan yang
suguhkan pramugar
Roti lapis dan pasta italia. Mereka terlihat sangat menikmati makanan itu, hingga beberapa kali Idris harus membersihkan sudut bibirnya yang terkena saus pasta dengan tissue.

   Penerbangan baru berjalan dua jam, namun, di langit-langit kabin muncul peringatan untuk mengenakan safety belt. Dengan terheran-heran, semua penumpang mengenakan safety belt masing-masing.

"attention all. current weather is suddenly very extreme. Please wear
a seat belt.
" Ucap pilot/kopilot menggunakan speaker. Seketika muncul dua pramugari untuk memastikan semua menggunakan safety belt. Terdengar lantunan ayat Al-Qur'an sayup-sayup dari beberapa penumpang.
Hingga lima belas menit kemudian, lampu tanda safety beltpun dimatikan. Penumpang masih enggan melepasnya, namun, sebagian ada yang sudah membuka. Ketegangan yang sempat terjadi akhirnya mencair ketika lantunan musik slow berdalun pelan dari speaker disudut-sudut kabin.

   Namun, beberapa saat kemudian, musik dimatikan dan kopilot mengisyaratkan hal yang serupa, tapi, kali ini cuaca makin parah dan ada bagian pesawat yang rusak. Lampu emergency mulai hidup, tiga awak kabin mulai memimpin penumpang dalam situasi gentir seperti ini. Semua penumpang dalam keadaan yang sangat tegang, lantunan dzikir dan ayat Al-Qur'an kian jelas terdengar. Alex menggenggam tangan kedua anaknya, serta membaca semua ayat yang dia hafal. Siti mulai memejamkan matanya, melantunkan adzan.

"Use a you're buoy right now."

   Suara kopilot terdengar kembali, memerintahkan semua untuk mengenakan pelampung.
air mata Siti mulai mengalir, tapi senyumannya tidak pula pudar. Ia mencoba tenang walau air matanya tak dapat ia bendung lagi. Tangan Idris dan Shaina mulai bergetar hebat seraya badan pesawat mulai bergoyang-goyang. Alex terus mengusap-usap kepala Idris dan Shaina.

"Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar."

   Teriakan dari salah satu penumpang karena takut yang luar biasa. Petir terus menampakan dirinya disamping jendela pesawat, menyambar-nyambar bak ingin menelan seseorang. Awan mulai hitam legam, tak ada apapun yang bisa dilihat keluar jendela kecuali kilat-kilat
petir itu. Tubuh seluruh penumpang serasa naik, pesawat seakan menukik ke bawah.

"Subhanallah wa bihamdih, subhanallahil azhim" Siti melafalkan do'a-do'a untuk terus diberi keselamatan, mungkin.. Keajaiban tuhan untuk menjaga pesawat ini.

   Alex menatap wajah istrinya, "Aku sangat beruntung menikahi wanita cantik, solehah, dan berbakti seperti kamu, Siti. Maaf, kalau aku belum menjadi suami yang bisa membahagiakanmu." Alex menggenggam tangan Siti lalu mengecup pipinya.

"Allah sudah menakdirkan kita untuk bersama, mempertemukan kita dengan cinta. Maka, bila kita berakhir disini, kita akhiri dengan cinta. Aku berharap, Allah mempertemukan kita lagi, disana."

   Airmata mereka mengalir pelan. Mencoba pasrah dengan kondisi seperti ini. Menunggu antara hidup atau selesai. Idris dan Shaina hanya diam, mencoba tenang dan pasrah, menggenggam tangan satu sama lain. Penumpang lain saling mengumandangkan Adzan sekencang-kecangnya.
Pesawat semakin menukik. Lampu kabin hidup-mati. Tukikan pesawat semakin menjadi-jadi.

   Alex mencoba membuka matanya, ia tidak bisa melihat apapun. Ia hanya bisa mendengar suara takbir yang sayup-sayup, namun, semakin lama, semakin jelas suara takbir yang terdengar dan semakin banyak yang mengumandangkannya. Alex bingung, ia mencoba meraba-raba sekitarnya, akan tetapi, ia hanya mendapati tanah datar. Ia sama sekali tidak bisa melihat apapun. Namun, beberapa saat kemudian, ia melihat sesosok cahaya putih tidak terlalu besar datang menghampirinya, Alex merasa takut dengan kehadiran cahaya yang secara tiba-tiba itu. Semakin dekat dengan Alex, cahaya itu sedikit demi sedikit berubah menjadi sosok yang menyerupai Idris yang sedang membawa baju seragam Barcelona lengkap dengan tanda tangan Alexis Sanchez.

“I-Idris..” Alex mencoba memeluk anak sulungnya itu, namun, Alex sama sekali tidak bisa menyentuhnya. Sosok Idris tersebut hanya tersenyum dengan seluruh tubuhnya putih bercahaya. Alex mulai menangis melihat Idris yang hanya tersenyum tanpa berkata apapun. Dari arah yang lain, Idris melihat ada cahaya putih turun dari atas dengan perlahan dan menghampiri Alex, semakin dekat, cahaya itu berubah menjadi sosok Shaina yang membawa Croquetas, makanan yang sangat ingin ia cicipi dari Spanyol. Alex mencoba meraih Shaina, tetap saja, Alex sama sekali tidak bisa menyentuh Shaina sama halnya seperti Idris. Tangisan Alex semakin menjadi-jadi, merasa bingung dengan apa yang terjadi setelah pesawat yang ia tumpangi itu menukik hebat. Alex menutup wajahnya dengan kedua tangannya, mencoba teriak sekencang-kencangnya. Tidak lama, telapak tangan yang halus menyentuh kedua tangan Alex yang menutupi wajahnya, dengan lembut, tangan tersebut mencoba membuka tangan Idris yang mulai basah oleh air matanya. Idris terkejut, melihat Siti yang kini ada tepat di depannya sambil menggenggam kedua tangannya. Wajah Siti sangat bersinar dan Siti jauh lebih cantik dari sebelumnya.

“Apa yang dibawa oleh Idris dan Shaina, itu pemberian Tuhan. Ayo, kita sudah bisa beristirahat penuh.”

***
    Barcelona FC berhasil mengalahkan Real Madrid dengan skor 3-2, gol spektakuler Messi dan dua gol penalti Iniesta membawa Barca menjuarai Copa Del Rey. Selesai pertandingan, publik Santiago Bernabeu menjadi hening dan tertunduk. Ketika pemain Barca dan Madrid membentangkan
spanduk besar yang bertuliskan

"Let's Pray For AirBus A3412"








No comments:

Post a Comment