Friday, December 27, 2013

Alitt Susanto

Assalamualaikum,
          


Alitt Susanto, udah pada kenal? Pasti, lah! Tapi, bagi yang belum
kenal, gue kenalin! Alitt Susanto adalah penulis yang lahir di Sragen,
1 Oktober 1987. Sekarang tinggal di Jogjakarta. Bang Alitt ini
Mahasiswa di Universitas Sanata Dharma Jogjakarta. Jurusan B.Inggris.
Semesternya itu loh, sampai sekarang enggak ada satupun sumber dari
manapun yang tahu bang Alitt ini semester berapa. Kalau ada yang tau,
itu cuma mitos. *Komedi Broo!*

Kenapa, sih, gue kok nge-post tentang Bang Alitt? Jadi, begini..
Disaat gue mengenal genre komedi di dunia tulis menulis, buku komedi
pertama yang gue baca itu, buku "Shitlicious: Saat keapesan jadi
santapan istimewa." Buku itu gue beli saat main-main ke Gramedia, udah
lama deh. Gue tertarik liat covernya yang ada orang meluk eskrim, es
krim apaan tuh, ya. Bukunya keren, lucunya juga dapet, punchline-nya
nendang juga. Cuman, ini si Abang masih rada alay, nih, ya, hahahaa!!
Buku kedua, "Pocong Juga Pocong." Disini gue ketawa dengan gaya
nge-lucu bang Arief, keren sih. Cuman, ada beberapa hal yang bikin gue
bosen saat ngebacanya.

Selera baca gue semakin naik ketika ada kabar SKRIPSHIT mulai terbit
dan tersedia di toko buku. Jujur, gue gak beli buku itu. Gua orang
yang boros dan susah nabung saat itu. Beruntung, gue punya temen
penikmat buku komedi, namanya Christian Adhy. Dia beli buku SKRIPSHIT
karya bang Alitt, gua rela nunggu berhari-hari sampai doi beres baca,
sekitar 4 hari, doi selesai. Ya langsung gue baca dong, gue culik itu
buku ke rumah. Dan buku itu....... PERFECT ABIS ANJIR, kalau ada yang
nanya,

"Apa kelemahan buku SKRIPSHIT?"

Gue ga akan pernah bisa jawab, dimana letak kekurangannya? Enggak ada!
Dan gak ada bagian manapun yang bisa gue kritik. Lo hebat, Bang!
Semuanya dapet di buku ini.
Lo mau ketawa? Itu udah otomatis lo dapet disini.
Mau tau kegiatan mahasiswa? Ada!
Mau nangis-nangis? Ada!
Mau dapet ilmu? Ada!
Mau tau jadi frelancer itu gimana? Ada!
Mau tau rasanya digaplok banci? Ada :(

Dari SKRIPSHIT-lah, ide gue buat nulis novel perdana gue "Anak SMA"
mulai muncul.
Gue suka ngelawak di kelas, banyak orang ketawa gara-gara jokes gue.
Pasti gue juga bisa ngelawak lewat tulisan. Gue yakin saat itu.

Tapi sob, lo harus percaya dengan pernyataan,

"Lo bisa pake kopling di motor, tapi, lo belom tentu bisa pake kopling
di mobil."

Secara lisan, mungkin gue bisa melawak, tapi, di tulisan, nilai gue
cuma 3,5. Menulis lucu itu, bukan melucu, kata Bang Alitt. Tapi,
mengemas hal sederhana dari sisi yang lucu. Itulah pokoknya.
Gua terus mengulang-ulang baca SKRIPSHIT, yang tujuannya mencari hal
apa sih yag dibikin lucu sama bang Alitt.
Semacam mencari refrensi, lah.

Sebelum gue membaca SKRIPSHIT, gue melucu di novel "Anak SMA" itu,
bener-bener garing! Enggak banget. Setelah baca buku itu, gue mulai
tau..
" Oh, melucu di tulisan tuh kayak gini ya.''
Pegangan gue saat itu, cuma 3.. Shitlicious, PJP, dan SKRIPSHIT.
Sebuah pegangan yang teramat sangat minimalis untuk seukuran penulis.
Apalagi, gue sedang merintis ingin menjadi penulis.
Dukungan, do'a dan bantuan banyak banget gue terima dari temen-temen.
Gue semangat banget buat nulis naskah ini, gue merasa di atas angin
saat itu. Semua temen gue merasa antusias menunggu kehadiran buku ini
di Toko Buku, gue merasa, naskah ini pasti terbit.

Dasar emang gue gak punya ilmu penerbitan, gue anggap, kalau naskah
kita banyak yang dukung, pasti terbit. Dan Alhamdulillah, naskah gue
beres, gue pergi ke Jakarta buat ngasih naskah itu ke penerbit
GagasMedia dan Bukune, karena penerbit itulah yang pertama kali gue
kenal selain Tiga Serangkai dan Erlangga (buku pelajaran kali, ah!).
Dengan tingkat Percaya Diri yang teramat tinggi, gue kasih 2 naskah
itu ke recepcionist di Agro Media. Gue tunggu 3 bulan lamanya..
Singkat cerita, gue mulai memasuki masa-masa pengumuman kelolosan
naskah..

"Abang, ada kiriman dari JNE." Kata kakak gue, gue terima paket itu.
Pas gue buka, itu naskah gue beserta amplop berlambang GagasMedia...

"Yth. Aldyan Bopa, Naskah anda belum layak terbit...................."
Hancur, itu yang gue rasain pertama kali.

Fix, GagasMedia nolak gue.

Harapan gue tinggal Bukune, 5 bulan gue dikacangin. FIX, bukune nolak gue.

Gue mencoba tegar, mungkin 2 penerbit itu bukan rezeki gue. Gue coba
kirim naskah ke penerbit ByPass, dan hasilnya.. Fix, gue di tolak..
Parah, gua capek! Gua capek nulis naskah panjang-panjang, dan hasilnya
gak penting begini. Itu yang gue pikirin saat itu.
Namun, gue ulang bab-bab pertengahan SKRIPSHIT , tentang perjuangan
bang Alitt cari uang, dan terbitin novel. Itu butuh proses. Skripshit
saat itu seakan guru galak yang haus akan kesuksesan, buku itu menjadi
pelecut gue buat me-revisi ulang naskah gue.

"Gue tau, kesuksesan itu gak bisa diraih dengan satu kali tembak." Itu
yang gue dapet setelah baca SKRIPSHIT di puteran ke 5.
"Banyak hal lain yang bisa gue bikin lucu."

Disaat gue merasa: udahlah, gue jadi penulis itu cuma angan-angan, gue
nulis novel komedi itu ga akan pernah bener. Gue cuma bisa ngelawak
lisan doang. Gua mau nyerah...

Saat itu pula, di blog Bang Alitt, ada postingan yang isinya
nge-gampar gua, "Kawan, lihat lah gue dari nol" itu judulnya. Di dalam
postingan itu, bang Alitt bener-bener bikin pembaca itu supaya mau
lebih berusaha dalam mengejar cita-cita, bang Alitt pengen semua
pembaca buku dan Blognya tuh sukses. Yang memotivasi gue adalah, ada
qoutes bang Alitt di postingan itu,

"Kalau lo sedang berusaha, jangan sesekali lo melihat orang yang
sedang enak-enakan diatas. Malah itu yang bikin lo down. Lebih baik lo
lihat ke bawah, udah sejauh mana lo melangkah." Anjir, dalem. Gue
seakan sadar atas keputus asa-an gue selama ini..

Gua buka laptop, gue edit naskah gue. Gue ikut seminar menulis di IPB,
sharing nulis sama mas Iwan Setyawan dan Endik Koeswoyo. Plus, gak
ketinggalan SKRIPSHIT yang sengaja gue pinjem untuk jangka waktu yang
panjang. Setelah selesai naskah gue, gue kirim ke penerbit Jamparing
Press Indonesia. Dan, Alhamdulillah, Allah memberikan gue nikmat yang
besar kali ini, Novel gue terbit dan tinggal tunggu muncul di Gramedia
dll. Ini berkat motivasi dari bang Alitt.  Buku "Anak SMA" ini adalah
buku komedi pertama dan (mungkin) terakhir gue, passion nulis gue
bukan di komedi. Saat ini gue mulai nemu titik nyaman gue, yaitu,
romansa :)

Buat bang Alitt Susanto, gue pernah lihat lo langsung saat di KPP2013
tanggal 22 desember kemarin, gue gak bohong, lo ganteng aslinya dan
badan lo juga keren bang! Sayangnya, lo keburu ilang pas gue mau minta
tanda tangan buat Shitlicious gue. Skripshitnya udah gue balikin ke
temen gue, bang. Hehe Bang, makasih buat motivasi + ilmu yang udah lo
kasih secara tidak langsung. Mungkin cuma ini yang bisa gue kasih
sebagai tanda terimakasih gue buat lo, bang. :) Gue bangga bisa tau
penulis yang hebat kayak Abang.. Penulis yang selalu marah ketika
lihat teman atau orang sekitarnya menyerah, penulis yang selalu
menghargai proses. Penulis yang selalu pengen orang-orang sekitarnya
mau berkarya. Ini yang bikin bang Alitt se-sukses ini.
Kalaupun ada orang yang benci sama bang Alitt, dia cuma iri dengan apa
yang telah abang raih.

Novel "Anak SMA" ini terbit, berkat lo juga bang. Tanpa SKRIPSHIT, gue
gatau, bakal jadi apa naskah gue :)

:::



Wanita Ber-siluet Monroe dan Lelaki Charlie Glowd
Oleh: Aldyan Bopa





   Aku tidak pernah bosan melihat pria itu memetik satu demi satu senar gitarnya dengan tempo yang teratur, sembari menyanyikan lagu akustik pelan agar menambah kesan klasik di kafe ini. Dengan sesekali aku meniup-niupkan asap yang mengepul di atas cangkir kopi bali yang panas dan mencoba menyeruputnya dengan hati-hati. Sesekali kepala dan pundakku ikut bergoyang mengikuti ketukan musik akustik yang dimainkan pria di atas panggung tersebut. Lagunya selalu asik, suaranya lembut, namun, tetap tegas. Tak pernah membosankan. Maka dari itu, aku menjadikan kafe ini tempat untuk melepas penat.

   Aku menjulurkan tanganku ke atas sambil menatap salah satu barista yang berdiri di balik meja bar. Dengan senyumnya, ia segera menghampiriku,

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Barista itu dengan sedikit membungkukan tubuhnya.

"Saya mau ice cream Americano Tiramissu, satu mangkuk sedang."

   Barista tersebut mengeluarkan bloknote dari dalam sakunya, dan menulis pesananku dengan pulpen hitamnya, "Ada tambahan lainnya, Mas?"

"Itu saja dulu, ya." Aku melemparkan senyum kepada Barista wanita itu yang kutaksir umurnya sekitar dua puluh dua tahun.

"Iya, Mas. Pesanan segera kami antar." Ia langsung beranjak pergi menuju meja Bar dan menghilang tertutup pintu dapur kafe.

   Suara decitan pintu kafe, membuatku menoleh ke arahnya. Terlihat wanita muda menggunakan t-shirt putih bergambar siluet Marylin Monroe, serta, perempuan kecil yang berumur sekitar 5 tahun memasuki ruang kafe. Mereka berjalan menuju meja bar, seperti memesan sesuatu. Lalu, mereka duduk di meja dekat dengan panggung. Tidak terlalu dekat, yang pasti, berada di tengah-tengah meja yang lain. Aku perhatikan dari gelagat mereka, aku menerka, kalau mereka adalah adik-kakak yang umurnya lumayan berbeda jauh. Tidak mungkin kalau wanita itu, adalah sepupu dari anak itu. Zaman sekarang, tidak ada sepupu yang begitu "niat" mengajak saudaranya main ke kafe, kan?
Ibu dan Anak? Lebih bodoh dan tidak masuk akal. Mana mungkin wanita yang kira-kira umurnya baru sembilan belas tahun, sudah memiliki anak yang kira-kira juga berumur empat tahun? Ya, adik-kakak lebih tepat.

   Penyelidikanku harus terhenti karena Barista datang dengan membawa Americano Tiramissu kesukaanku.

"Terimakasih." Kataku kepada Barista itu.

   Dengan sigap, aku menyendokan ice cream-ku dengan sendok kecil yang sudah disiapkan di meja. Dan aku masukan ke mulutku..
Aku mengaduk-aduk mangkuk ice cream hingga semuanya berwarna coklat muda. Menurutku, tiramissu yang diaduk rata itu, rasanya lebih eksotis daripada yang dinikmati secara baku.

"Lama, aku bosan." Suara dari anak kecil yang artikulasinya belum terlalu sempurna. Anak kecil yang aku anggap adik dari wanita itu.
Suara anak itu terdengar tidak terlalu keras, tapi, aku menangkapnya dengan baik. Kakaknya menjawab dengan sangat pelan.
Bosan... Kata anak itu. Wajar, sebenarnya, anak kecil mengeluh seperti itu. Anak seumurannya memang tidak pernah mau berlama-lama dituntut diam tidak bersuara. Namun, kakaknya, tetap sibuk menyuapkan sendok demi sendok Ice Cream ke mulut adiknya dan mulutnya sendiri. Raut wajah Adiknya masih sedikit masam, dengan mulut kecilnya sibuk mengolah ice cream didalamnya.
Sesekali, Wanita itu mengecup kening dan pipi adiknya.

"Ini dia, please welcome, Aryo Bagas! Musisi tampan dari solo!"

    Sambut MC yang hampir tiap harinya membawakan acara musik di kafe ini. Hanya dia, satu hal yang membosankan dari kafe ini. Caranya membawakan acara, sangat monoton, apalagi, kata-katanya, klise dan basi! Dengan gayanya yang "sok tampan", mengenakan kemeja kotak-kotak yang kancingnya dipasang sampai atas, mungkin baginya, ia merasa tampan dengan itu. Tapi, Bagiku, itu menjijikan.

Musisi itu menaiki anak tangga untuk mencapai permukaan panggung.

"Halo, semua. Perkenalkan, saya Aryo. Biasa tampil di beberapa kafe dan event di Solo. Untuk Jogja, baru kali ini, di kafe ini. Sekarang, saya ingin membawakan lagu Grenade milik Bruno Mars." Ia mempertegas duduknya di atas kursi yang berlapis kulit berwarna hitam, dengan menyempurnakan posisi gitarnya.

   Jari-jarinya mulai menari memetik senar gitarnya, memainkan intro sebelum masuk ke lagu inti. Americano Tiramissu sudah habis aku santap dengan antusiasnya sedari tadi, namun, permainan musik  dari Aryo ini begitu menarik, menahanku untuk segera pulang.
Untuk kedua kalinya, aku menjulurkan tanganku ke arah barista yang ada di meja bar,

"Minta bil-nya, Mbak."

   Barista datang dengan membawa secarik kwitansi, di atasnya tertera nominal Rp 28.000 , dan aku langsung membayar tunai.

Di sudut mata, terlihat wanita tadi memutar badannya dan menatap pria yang bernama Aryo itu dengan                                                tatapan yang begitu datar. Serta, adiknya, menatap Aryo dengan tawanya yang kecil. Dengan khidmat, aku memandangi wajah wanita itu, rambutnya panjang bergelombang, hidungnya mancung dan kulitnya putih bersih. Begitu pun adiknya, cantik dan lucu.

Mata Aryo memandang mata wanita itu, kala ia bernyanyi dilirik,

"I'd catch a grenade for ya,
Throw my hand on the blade for ya,
I'd jump in front of a train for ya,
You know I'd do anything for ya.
Oh ho,
I would go through all this pain,
Take a bullet straight through my brain,
Yes, I would die for you, baby
But you won't do the same
"

   Untuk beberapa detik, mereka bertukar pandang. Namun, wanita itu mencoba melepasnya, dan ia melemparkannya ke arah yang lain, ke arahku. Ya, tepat ke arahku yang sedang bodoh memandangnya lekat-lekat.. Dia menyadari itu, wajahku merah. Dia tersenyum, sangat manis ke arahku. Aku membalasnya dengan senyum yang ragu dan tidak yakin. Aku mengutuk diriku yang dengan cerobohnya memandanginya hingga ketahuan.
Sampai lagu habis, aku hanya menunduk ke arah lantai, menyayangkan insiden tadi. Aku mengalami kesalahtingkahan yang tinggi, aku mencoba sedikit demi sedikit mencuri pandang ke arahnya, namun, sepertinya ia masih memperhatikanku. Jantungku serasa sedang senam pagi seperti ibu-ibu komplek, berdebar tidak karuan. Ada apa denganku? Aku suka dengan wanita itu? Atau bahkan, aku jatuh cinta?

   Tiba-tiba saja, aroma parfum Charlie Glowd begitu jelas tercium di ujung hidungku.
Aryo, dia telah selesai dengan lagunya dan duduk tepat di kursi sebelahku. Begitu aku menatapnya, Aryo langsung tersenyum. Dan, wanita itu, menatap ke arahku, tepatnya, ke Aryo. Namun, Aryo berusaha tidak menengok ke arahnya.
Ah, sudah, lah. Yang punya mata, kan, mereka. Kenapa aku yang sibuk?

"Ice Cream Peach Melba Italiano, mangkuk sedang, satu." Katanya, kepada seorang barista yang menghampirinya.

   Dia memasukan gitar CG171-nya ke dalam tas gitar miliknya. Lalu, merogoh kantong blue jeans-nya, dan mengeluarkan kotak rokok,

"Ngerokok, Mas?" Tanyanya kepadaku, sambil menjulurkan tangannya yang memegang kotak rokok.

"Enggak, Mas." Jawabku, singkat. Sambil memberikan senyum penghargaan.

"Wanita itu, temannya Mas?" Tanyanya sambil menyulut ujung rokoknya dengan cricket. Ia menunjuk wanita yang sedari tadi aku perhatikan, dan tadi pula membuatku salah tingkah tidak karuan.

Aku menoleh ke arah wanita itu, "Oh, bukan, Mas."

"Oh, iya-iya."

   Kemudian, percakapan dadakan kami mulai membeku dengan bisu, ia sibuk menghisap dan menghebuskan asap rokoknya. Sebenarnya, aku benci dengan orang yang merokok di dekatku. Tapi, aku coba bertahan, berharap Aryo menjelaskan tentang wanita itu. Karena, aku cukup paham dengan bahasa tubuh yang mereka tunjukan sedari tadi. Bagaikan embun sembunyi dalam tanah. Ada sesuatu yang mereka tutup dari pengunjung kafe.

   Aryo berjalan ke meja bar, terlihat ia dengan barista yang ada disana sedang bercakap-cakap. Tidak lama, Wanita itu berdiri dari tempatnya, berjalan menuju meja bar. Meninggalkan adiknya. Wanita itu  menepuk pundak tegas Aryo, dan Aryo terlihat gugup.

   Sekitar sepuluh menit mereka berbincang serius, sesekali, mata Aryo meruncing menatap mata Wanita itu. Dan sesekali, telunjuk Wanita itu menunjuk batang hidung lelaki itu, sesekali pula Wanita itu menunjuk ke arah adiknya yang asyik bermain ponsel miliknya.

"Sudahlah!" Terdengar sedikit bentakan Aryo sambil mengehentakkan tangannya ke atas. Lalu, ia berjalan dengan cepat ke arah mejaku dan mengambil tas gitarnya. Ia pergi keluar meninggalkan kafe.

   Sementara itu, Wanita tadi berjalan menuju mejanya dengan mata yang sedikit berlinang air mata. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi antara pria musisi itu dengan seorang Wanita yang membawa Adiknya ke Kafe. Aku berdiri dari tempat dudukku, memberanikan diri untuk menghampiri Wanita itu untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi,

"Hai, kenapa? Aku sempat berbicara dengan temanmu tadi, sedikit." Tanyaku dengan gugup kepadanya, yang sibuk mencegat air matanya agar tidak tumpah terlalu banyak.

"Enggak, Mas. Enggak kenapa-napa." Suaranya bergetar, nafasnya memburu. Setiap buruan nafasnya, terdengar isakannya yang jelas. "Maaf kalau pertengkaran kami mengganggu kenyamanan Mas."

"Pertengkaran? Kalian bertengkar?"

"Maksduku.. Emm... Ya, begitu, lah." Ia memandangi adiknya dan mengelus rambut tipis adiknya itu dengan tangan kanannya.

"Semenjak Aryo, eh, Aryo, kan, Namanya? Semenjak dia bernyanyi tadi, aku lihat kalian saling menatap satu sama lain. Dari situ, aku bisa tahu, kalau kalian berdua ada kaitannya." Jelasku, sok tahu.

"Bisa dikatakan begitu, Mas. Sebenarnya.." Ia menatap Adiknya lagi, "Mas kira, ini siapa?" Yang ia maksud, Adiknya.

"Adikmu, kan?"

Ia tersenyum, "Bukan, dia anakku, Mas."

   Aku menelan ludah, ingin rasanya aku ambil linggis dan mengorek-orek telingaku. Apa aku salah dengar? Apa? Dia bilang itu anaknya? Ya Tuhan, Wanita yang ada di hadapanku ini, mungkin baru berusia sembilan belas tahun. Wajahnya saja masih manis-manis remaja SMA.

"Kecelakaan, Mas." Air matanya mulai turun kembali, tapi, ia hias bulir bening itu dengan senyum cantiknya.

"Paksaan?" Tanyaku.

"Ya, waktu ulang tahun dia, lima tahun lalu. Dia memaksaku. Setelah ia luapkan semua hawa nafsunya kepadaku, ia pergi entah kemana."

"Ia pergi tepatnya setelah tahu, kalau aku mengandung Prisil."

   Prisil, nama anak kecil yang dari tadi aku anggap Adiknya. Hatiku mulai berdebar semakin kencang. Jari, telapak, dan tanganku sudah membentuk tinju yang keras dan tegas. Tega-teganya Aryo menghancurkan masa depan gadis belia nan cantik ini dengan nafsunya. Kalau aku tahu cerita ini dari awal, sudah aku pastikan wajah Aryo yang bersih itu, akan seperti lantai Metro Mini. Hancur berantakan aku tumbuk habis.

"Bagaimana dengan orang tuamu?" Suaraku bergetar.

"Aku sudah tidak tinggal di rumah. Papa dan Mama sudah tidak mau mengakuiku. Saat ini, aku tinggal dengan Tanteku. Di daerah Kotagede. Aku selalu berusaha menghubungi Aryo untuk menikahiku, tapi, ia selalu menghindar. Kedatangannya ke Jogja, aku tahu dari temannya."

   Lelaki keparat, sudah asyik menghancurkan seseorang, ia pergi begitu saja. Jelas-jelas saat ini ia melihat anaknya sendiri yang daritadi mengulum Ice Cream dan bermain game di ponsel. Tetap saja menghindar! Andaikan ia kembali lagi ke kafe ini, atau setidaknya aku bertemu lagi dengan Aryo. Akan aku buat sekarat dia kalau masih tidak mempertanggung jawabkan perlakuannya.

   Setelah mengetahui semuanya, aku memutuskan sesuatu, wanita muda yang mengenakan kaus putih bersiluet Marylin Monroe ini, lebih pantas aku kasihani dan aku semangati. Bahkan, membantunya keluar dari zona sulitnya.

   Setelah mengetahui semuanya, aku memutuskan sesuatu, wanita muda yang mengenakan kaus putih bersiluet Marylin Monroe ini, lebih pantas aku kasihani dan aku semangati.  Aku tidak boleh, atau bahkan, aku tidak mau jatuh cinta dengan wanita ini. Walaupun fisiknya, telah memikatku dari awal ia membuka pintu kafe. Namun, aku butuh wanita yang masih asli.

Wednesday, December 18, 2013

Sehari Semalam di Zurich

"Ada kisah tentang salju yang hangat, tentang tawa yang mencair. Membuat Yasmine tersenyum bahagia.

"Ich liebe dich,"—aku mencintaimu—bisik gadis itu, membiarkan repih salju membias di wajahnya. Manis cinta dalam cokelat yang laki-laki itu berikan membeku menjadi kenangan di benaknya, tak akan hilang.

Di puncak gunung Uetliberg—yang memancarkan seluruh panorama Kota Zürich—bola-bola salju terasa hangat di tangannya, kala mereka bersisian. Dan Jembatan Münsterbrücke, jembatan terindah dan tertua di Zürich, seolah bersinar di bawah nyala lampu seperti bintang.

“Jika aku jatuh cinta, tolong tuliskan cerita yang indah,” bisik gadis itu. Ia tahu ia telah jatuh cinta, dan berharap tak tersesat.

Namun, entah bagaimana, semua ini terasa bagai dongeng. Indah, tetapi terasa tidak nyata.

Tschüs—sampai jumpa—
Yasmine, semoga akhir kisahmu indah."


Assalamualaikum,

  Hallo hallo, Bagaimana kabar kalian semua? Semoga Allah selalu memberikan kebahagian yang tidak pernah putus kepada kalian, agar kalian senantiasa bersyukur atas nikmat-Nya yang tak pernah putus juga. :)

   Kali ini saya mau me-review tentang novel "Swiss: Little Snow In Zurich" karya Alvi Syahrin, sekaigus kakak saya yang selalu sabar membimbing dan menjawab semua pertanyaan saya agar lebih baik lagi dalam bidang menulis . Kenapa judul post ini "Sehari Semalam di Zurich" ? Karena saya membaca buku Swiss ini, hanya dalam waktu 24 Jam saja, lho. Hehehe. 


a) Apa pendapatmu ketika kali pertama melihat cover novel Swiss: Little Snow in Zurich?
b) Menurutmu, gimana isi novelnya?
c) Ceritakan, dong, adegan favoritmu. Kalau bisa, jangan sampai spoiler, ya. :D
d) Gimana pendapatmu mengenai tokoh Rakel, Yasmine, Dylan, dan Elena?
e) Sebutkan quote favoritmu, dan mengapa kamu suka quote itu?
f) Apa yang kamu harapkan dari penulis pada karya berikutnya?

a) Saat pertama kali aku lihat cover Swiss, kesan pertamaku itu, cover ini berbeda banget dari novel fiksi lainnya atau STPC yang lain, kenapa? Di cover itu ada lukisan yang mungkin menurutku itu adalah gambaran kota Zurich, ya. Dan menurutku juga, jarang, lho, buku yang menggunakan cover hasil lukisan yang dirubah format menjadi gambar digital, it's so creative! Perpaduan warna cover buku yang begitu simple namun, sangat pas! tidak terlalu ramai, hehe. Dan dari covernya saja, saya tahu, kalau buku ini bagus!

b) K-E-R-E-N, dan settingannya itu, lho! Mas Alvi membuat aku kagum dengan semua penjelasan tempat yang begitu mendetail dan ciamik! dan juga, bahasa swiss yang sering sekali di sisipkan, seperti:

-Rosti artinya,  pancake kentang
-Ich liebe dich artinya, aku cinta kamu
- will kommen neves leben artinya, selamat datang, kehidupan baru
-darf ich weinen? artinya bolehkah aku menangis?

Pokoknya, seperti trevelling di kota itu!

c)Adegan yang menurutku bagus, saat Yasmine kembali bertemu dengan Rakel di akhir cerita, mereka, kan, bertemu di pelabuhan, ya? Dan aarrrrgghhhh... Yasmin bilang,
"Selama kau pergi, aku selalu kesini menunggumu."

Dan Rakel,

"Aku juga menantimu." Mengaduk perasaan!!!!!!!!!!!!!!!

d) Rakel: Orangnya menyebalkan, sebenarnya. Namun, menurutku dia memiliki tingkat kesetiaan yang tinggi, walaupun, dia itu orangnya arogan dan egois. Tapi, di akhir cerita, dia menunjukan bahwa dia itu baik.

Dylan: Pemalu!!!

Yasmine: Aku akan berikan sifat yang tidak klise; Dramatis.

e) "Cinta sejati datang begitu saja. Kita tidak tahu dengan siapa kita akan bertemu. Tetapi, cinta sejati tidak pernah salah."

* Kenapa aku suka qoute ini? Ya, aku suka kalimatnya yang realistis, namun, sangat indah dirangkainya. Terlebih, dengan maknanya. Kita tidak tahu, siapa yang akan menjadi jodoh kita kelak. siapa dia, dimana dia, dimana asalnya, kita tidak tahu. Tapi, kita percaya, cinta sejati itu tidak pernah salah. perfect.

f) Harapan untuk novel selanjutnya, semoga settingan tempatnya lebih detail agar lebih membawa pembaca hanyut dalam cerita. Dan, aku butuh lebih banyak cerita yang begitu nyata seperti di novel "Dilema." Disitu, Mas Alvi benar-benar menceritakan hal-hal yang dilakukan murid di kelas. Hebat! Oh, iya! Aku pengin ada Estrella di novel selanjutnya!


Monday, December 16, 2013

Kumpul Penulis dan Pembaca 2013 bersama Gagasmedia, Bukune, dan Pandamedia

Hallo semua, semoga pembaca #tulisanbopawangsa berada dalam kondisi hebat hari ini dan seterusnya. Kali ini, gue mau ngasih info seputar acara yang diadakan oleh penerbit Gagasmedia, bukune, dan Pandamedia. Sudah tau belum acaranya apa? Yap! Noh, di judul post ini aja udah ketahuan, hehe. KPP 2013!

KPP 2013 ini adalah acara yang gunanya untuk membuat pembaca dan penulis agar bisa menjalin interaksi yang lebih dekat lagi. Enggak cuma itu, agar lebih akrab dan menambah wawasan, Gagasmedia dkk, mengadakan beberapa sesi acara yang keren, nih :

08.00 - 09.30 Breakfast with Author featuring Whilecoustic: Karakter-karakter yang Memorable

Host: Theoresia Rumthe
Pembicara: Al Dimas - Arini Putri - Kireina Enno - Helga Rif - Nina Ardianti - Prisca Primasari - Windry Ramadhina - Robin Wijaya - Sanie B Kuncoro - Yoana Dianika.

Nb: Terbatas untuk 40 orang. Kalau mau ikut sesi acara yang ini, dikenakan biaya Rp. 50.000/orang untuk makanan. Kalau mau ikut sesi ini, bisa daftar ke promosi@gagasmedia.net dengan subjek "Daftar Author Breakfast"

10.00-11.00 GagasMedia New Project Workshop: BOSS & Relationship Romance

Pemateri: Christian Simamora (Kepala Desk Fiksi GagasMedia) dan tim.

Nb: Terbatas untuk 50 orang pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subjek "Daftar GagasMedia New Project Workshop"

11.00-12.30 Book Battle 1: Non Fiksi Komedi Vs Novel Komedi

Host: Aprishi Alitta

Pembicara: Adhitya Mulya (Penulis Jomblo) - Alitt Susanto (Penulis Skripshit) - Ferdi Riva (Penulis Cado-Cado) - Ryandi Rahman ( Penulis Satu Pertiga) - Stephany Josephine (Penulis The Freaky Teppy)

pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subjek " Daftar Book Battle 1"

13.00-14.30 Book Battle 2: Setting Lokal Vs Setting Luar Negeri

Host: Bernard Batubara (Penulis Cinta Dengan Titik, Milana, Radio Galau FM)

Pembicara: Alvy Syahrin (Penulis Swiss: Little Snow In Zurich) - Sandy Firli (Penulis Lampau) - Sefryana Khairil (Penulis Tokyo) - Widyawati Oktavia (Penulis Penjual Kenangan)

pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subjek "Daftar Book Battle 2"

13.00-15.00 MOM's Gathering: "Bahagianya Menjadi Ibu"

Di sesi ini, kalian bisa bincang santai, lho, bersama penulis buku Everlasting Love dan admin Homemade Healthy Baby Food!

Host: Miund (penyiar Motion Radio)

Pembicara: Meira Anastasia - Smita Diastri - Nia Nurdiansyah - Amanda Pingkan Wulandari - Melina Adi

pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subjek "Daftar Mom's Gathering"

15.00-16.00         Book Reviewer Gathering: Menulis Kritik dengan Asik

Host: Lia Achmadi

Pembuka Diskusi: Okta Wiguna (Jakarta) - Dwi Dini Nuraini (Bogor) - Ila Rizky Nidiana (Tegal) - Muhammad Rasyid Ridho (Malang)

Pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subyek “Daftar Book Reviewer Gathering”. Harap mencantumkan nomor telepon atau handphone di email.

16.00-17.00         Bukune New Project Workshop: Fairy Tale Romance & Women’s Secret

Pemateri: Widyawati Oktavia (Kepala Desk Fiksi Bukune) dan tim

Terbatas untuk 50 orang. Pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subyek “Daftar Bukune New Project Workshop”. Harap mencantumkan nomor telepon atau handphone di email.

16.30-18.00         Peluncuran Buku the Journeys 3: Yang Melangkah dan Menemukan

Moderator: Theoresia Rumthe

Penulis the Journeys 3:
Husni Mubarak Zainal - Dina @duaransel - Alitt Susanto - Ariev Rahman - Lucia Nancy - Alfred Pasifico Ginting - Valiant Budi - Alexander Thian - Farid Gaban - Hanny Kusumawati - Ve Handojo - JFlow - Windy Ariestanty

Pendaftaran ke promosi@gagasmedia.net dengan subyek “Daftar Peluncuran the Journeys 3”. Harap mencantumkan nomor telepon atau handphone di email.

19.00-21.00         Appreciation Night
  1. Stand Up Comedy oleh Kemal Palevi
  2. Penyerahan Hadiah dan Pengenalan Pemenang Lomba Menulis 7 Deadly Sins – GagasMedia dan Sayembara Menulis Romance – Bukune
  3. Bincang singkat dengan pemenang Anugerah Pembaca Indonesia 2013 dari GagasMedia dan Bukune
  4. Lelang “HOT ITEM” Barang Penulis
  5. Penampilan OakTheory & Whilecoustic


GIMANA?! Keren banget, kan? Ayo, daftarkan dirimu segera. Lumayan, kan, buat nambah ilmu dan wawasan + bisa ketemu gue dan penulis keren lainnya.

Gue ada di sesi Book Battle 2: Setting Lokal Vs Setting Luar Negeri bersama Bernard Batubara, Alvi Syahrin, Widyawati Oktavia, Sandy Firly dan Sefryana Khairil.

Kumpul Penulis dan Pembaca 2013 bersama GagasMedia, Bukune, dan PandaMedia ini akan diadakan di Galeri 678 Kemang, Jakarta. Pada tanggal 22 Desember 2013 (Minggu) . Berminat? Daftar!

Saturday, December 7, 2013

Cinta yang Tidak Seharusnya

Tidak selayaknya aku memiliki perasaan seperti ini kepadamu. Seharusnya aku bisa menerka hasil akhir sedari awal. Tak seharusnya aku mengusikmu dalam tenang, tak seharusnya aku berbicara dalam diammu. Jika itu hanya membuatku sakit dan hancur, aku tidak akan pernah mendekatimu. Namun, ini soal cinta, tanpa ada yang lain. Aku mencintaimu, sungguh. Apa kah kau mencintaiku? Jelas tidak. aku mendaratkan cintaku di landasan hatimu yang mencintai orang lain. Mengharapkan hati yang mengharap hati yang lain. Aku bodoh, aku salah mencintai seseorang. Seseorang di seberang sana yang sedang menunggu sosok yang bukan aku. Tetapi, aku sangat mengaharapkanmu, wahai sosok di seberang sana. setelah aku tahu semua, ku coba tutup rapat-rapat hatiku untukmu. Ku tarik semua rasa cinta untuk mu yang selama ini berkeliaran di hatiku dan berontak keluar. Tapi, semua tidak semudah itu.. dan juga aku tidak mau menjadi pribadi yang egois, seperti memaksa seseorang yang aku cintai, harus mencintaiku juga. Oh, itu egois. Apalagi,  tidak bisa menerima orang yang aku cintai bahagia dengan orang lain, kecuali aku. Aku tidak ingin seperti sang siang yang mengharap bulan dan sang malam yang menginginkan surya. Lebih baik menjadi embun fajar yang mencintai bunga dan lebah. Ku harap kau bisa bahagia dengan dia. T-w-G. ♥

Sunday, September 15, 2013

::



   

Sepucuk Harapan






  Disini aku berperan sebagai Narator, kau tahu, kan? Maksud dari Narator? Tapi, aku bukan Narator asli, aku memakai kata Narator untuk menyembunyikan identitasku, mengerti? Aku adalah saksi hidup dalam perjalanan cerita cinta yang satu ini, cerita yang begitu sulit dan begitu rumit. Sampai aku sendiripun tidak mengerti, kemana cerita ini akan bermuara… Maka, izinkan aku bercerita…
  
 Udara dingin menyeruak ganas memasuki kamar dan mengisi setiap sudut kamar Winna, Winna ini adalah sahabatku, semenjak kelas sepuluh SMA. Keganasan udara dingin itu, membuat Winna terbangun dari tidur lelapnya selama berjam-jam…  Sedikit tersadar ditengah-tengah kesadaran yang belum fix terkumpul, Winna merogoh bagian bawah bantal yang ia tiduri untuk mencari telepon genggamnya. Kau tahu Blackberry? Nah, itu lah HandPhone yang digunakan Winna. Winna menekan tombol Unlock dan langsung terpampang jelas ada Pesan singkat yang masuk. Pesan dari Nico, ya, Nico. Lelaki yang selama ini menjadi idola winna di sekolah.

Selamat Pagi, Winna. Jangan lupa sarapan, ya! Terus jangan sampai telat!”
    
  Membaca pesan singkat tersebut, Winna mengulum senyum manja di ujung bibirnya dan matanya berbinar-binar bak kurcaci bertemu Cinderella . Winna mempertegas jemarinya di atas KeyPad Handphone-nya, lalu ia mengetik balasan pesan singkat dari Nico…

Selamat Pagi  juga, Nic! Iya tenang aja, aku enggak akan lupa sarapan dan dijamin enggak akan telat, deh!”
   
  Lalu, Winna menggeletakan HP-nya di atas ranjang dan membiarkannya . Winna bergegas menuju Kamar Mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat sekolah. Setelah selesai mandi, Winna mengenakan seragam sekolahnya dan menuju ruang makan untuk menyantap sarapan yang telah disiapkan Ibunda tercintanya. Setelah menyantap habis sarapannya, Winna diantar Ayahnya menuju sekolah. Winna memang enggan berminat diantar teman lelakinya menuju sekolah, walapun jarak rumah temannya tidak terlalu jauh dengan rumah Winna, tetap saja winna lebih memilih berangkat sekolah bersama Ayahnya, dengan alasan lebih aman. Katanya.
   
  Sesampai di depan sekolah, Winna mencium hormat punggung tangan Ayahnya. Lalu, Winna menuju kelasnya, 11 IPA C. Setibanya di IPA C, Winna memang selalu menjadi murid pertama yang sampai di kelas. Sambil menunggu karib sejatinya, Winna mengeluarkan earphone untuk mendengarkan lantunan musik slow.

“Winna! Ada PR apa, Win?” Putri datang, Iya, itu Putri… Sahabat Winna. Begitu dekat, begitu akrab.

“Ah, kamu, put! Datang-datang nanyain PR. Enggak ada PR kok, Put.”

“Oh, Alhamdulillah.” Putri membuka lekatan tasnya lalu menyimpannya diatas bangku yang ada di sebelah bangku Winna.

“Eh, Win. Kamu sama Nico gimana? Ada kemajuan?” Tanya putri sembari mengecilkan suaranya.

“Emm, enggak gimana-gimana, Nico juga belum nembak aku, Put.” Wajah Winna menjadi masam.

“Mau aku bantu, enggak? Siapa tahu aku bisa bantu.”
“Bantu? Maksudnya? Bantu seperti apa, Put?” Winna mengerutkan keningnya.

“Ya, aku bujuk Nico untuk memberikan kamu kepastian gitu lho, Win.”

“Wah, bisa juga tuh. Kamu benar mau?”

“Iya, Win. Demi kamu, aku lakuin, kok!”

“Terimakasih Putri sayang, kamu memang sahabatku yang paling Top deh!”

“Hehehe, bisa aja kamu, kamu juga! Nanti malam, aku SMS Nico, deh.”

“Ok, Put!”

  Dalam keasyikan perbincangan Winna dan Putri, Nico pun datang, dengan mengenakan jaket merahnya yang khas. Perawakan Nico ini badannya tinggi, berkulit putih, rambut sedikit coklat keriting dan mengenakan Behel.

“Halo, Win. Halo, Put.” Senyumnya yang lebar menyapa Winna dan Putri, beserta rantai behel birunya yang tampak sedikit di dalam bibirnya.
   
  Kedekatan Winna dengan Nico, sudahlah amat dekat. Mereka sering berbincang hangat berdua di kelas, bergurau ria depan kelas, makan berdua saat istirahat. Pokoknya, seperti pasangan kekasih yang baru saja membeli jagat raya ini. Nico sering memanjakan Winna, begitupun sebaliknya. Di lini masa Twitter, seringkali aku mendapati mereka berdua bermesraan di Lini Masa, hingga larut malam.
  
  Setiap kali aku melewati kelas IPA C, selalu saja aku melihat mereka berdua tertawa bahagia berdua, berfoto-foto, dan berbincang mesra. Namun, semuanya hanya sebatas karib, tidak lebih. Walaupun keduanya ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, Pacaran. Mengerti? Winna dan Nico, sudah pernah mengutarakan perasaan mereka masing-masing, Nico mencintai Winna, Winna mencintai Nico. Mengerti? Namun, Nico masih saja belum meminang Winna untuk menjadi kekasihnya. Dan Winna jenuh dengan penantian seribu jam itu…
   
  Winna pun menunjukan sikap jenuhnya dengan cara menyindir Nico tiap kali mereka berbalas pesan singkat, seperti…

“Ehm, aku juga capek nunggu kepastian…

   Ya lebih kurangnya seperti itulah. Dari sikap Winna, Nico mencoba mencari momentum itu, Nico mencari waktu yang tepat  untuk meminang Winna. Sekiranya, satu bulan setelah Winna menyindir Nico, Nico meminangnya. Di suatu malam yang tenang, Nico menelponnya…

Win, Kita udah tau, kan? Kalau kita itu udah saling mencintai satu sama lain? Aku juga udah enggak tahan untuk menyembunyikan kalimat ini. Kamu mau enggak jadi pacar aku, Win?

Winna terbelalak kaget mendengar ucapan Nico dibalik telepon itu, Winna seakan bisu seribu bahasa.

Tapi,aku masih ragu sama kamu…”

“Lho? Kok… Jawaban kamu begitu?”

“Aku fikir-fikir dulu, ya, Nic.”

“Ok, Win.” Lalu Nico mematikan Teleponnya…

  Lho? Kenapa Winna ragu menerima Nico? Bukannya Winna yang mengharapkan pinangan dari Nico? Apa mungkin karena Nico yang telah berubah? Sikapnya? Atau apa? Oh, aku mengerti Izinkan aku bercerita untuk menceritakan cerita empat hari sebelum Nico meminang Winna..… Semuanya terbuka, setelah Winna menghubungiku…

“… Bisa kita ketemu sekarang?”

“Ada apa, Win?”

“Tolong, kamu harus mendengar ceritaku.”

“Ok, kita ketemu di Café Zoro.”

“Ok.”

Sesampai di Café, aku lihat Winna yang terduduk rapi di sudut Café, dengan mengenakan Kemeja ungu dan matanya yang sembab.

“Win, ada apa?”

“…Aku sedih lihat Nico.”

“Sedih kenapa? Kalian sudah jadian?”

“Entahlah, Nico menggantungkan asaku…”

“Coba, berikan aku kejelasan.”

“…Begini, kau tahu kedekatan aku dengan Nico? Dan kau tahu sahabatku, Putri?”

Aku mengangguk…

“Tiga minggu yang lalu, putri menyarankan kepadaku untuk meminta bantuannya agar membujuk Nico supaya Nico meminangku, kau mengerti maksudku? Dari situ, semenjak Putri membantuku untuk membujuk Nico. Aku melihat perubahan Nico yang begitu signifikan, Nico terlihat cuek. Nico yang biasanya perhatian, kini perhatiannya sebatas di SMS. Terlebih, ketika aku melihat Nico bercanda-canda dengan Putri, itu sakit rasanya… Tapi, aku mencoba berfikir jernih kepada sahabatku itu. Namun, hari demi hari, mereka terlihat lebih lengket, Nico seakan menjauhiku di sekolah. Dan kau tahu apa yang terjadi dengan Putri? Putri kini pindah tempat duduk, yang mulanya ia duduk denganku, sekarang dia duduk dengan Rifda. Ini sungguh menjengkelkan, semenjak mereka berdua menjadi dekat, mereka menjauhiku dan cuek. Aku….”

Bulir-bulir airmatanya telah sampai di pelupuk matanya, berontak keluar. Dan kini, Winna tidak dapat menahan tangisnya, semua bulir air mata itu, mengalir deras. Winna mencoba membasuh air matanya, dan melanjutkan ceritanya,

“Aku benar-benar kecewa dengan mereka berdua, aku tidak mengerti apa yang menimpaku saat ini.”

“Kamu bisa Ikhlas?” Aku hanya membalas sedikit, agar dia bisa tenang menjawab.

“Tidak…”

“Lalu, apa yang kamu inginkan dari peristiwa ini? Kamu menganggap Putri menyukai Nico atau sebaliknya?”

“Aku tidak tahu… tapi, firasatku mengatakan itu.”

“Win, Putri itu sahabatmu, tidak mungkin seorang sahabat mengkhianatimu karena cinta.”

“Lalu, apa kabarnya Putri yang kini menjadi dingin dan cuek denganku?”

Aku membisu, seakan kehabisan kata-kata…

   Namun, cerita ini, baru aku pandang dari sudut pandang Winna. Aku mencoba mencari Nico. Keesokan harinya, di sekolah.

   Aku mendapati Nico di kantin, kebetulan, Nico bersama Putri. Sedang makan berdua, begitu mesra.  Aku menghampiri mereka berdua dan bersalaman dengan mereka . Aku membuka percakapan dengan basa-basi, menanyakan pelajaran, suasana di kelas hingga jadwal Timnas Indonesia kepada Nico, karena Nico sama-sama Fans Fanatik Timnas Indonesia denganku. Dan aku mencoba menanyakan Hal Winna kepada Nico…

“Nic, Winna kenapa, sih?” Nico terlihat senyum namun Putri, terlihat gugup.

  Nico seakan mengerti maksud dan tujuan pertanyaanku, ini sangat membantuku. Nico langsung memaparkan perkara kejadian ini kepadaku, dengan detail.

“… Dia cerita apa saja kepadamu? Jadi begini, aku memang mencintai Winna, namun… semuanya berubah ketika dia (Putri) datang ke hidupku, dia awalnya membujukku untuk meminang Winna, namun, aku menerimanya lain. Putri lebih asyik dan seru. Dan aku suka caranya berbicara denganku, Putri lebih lembut, dibandingkan Winna yang lebih tempramen… semuanya berubah ketika dia datang.”

   Jadi, Nico tidak serius atau apa dengan Winna?

“Jadi, kamu dengan Winna bagaimana? Apa ingin melanjutkan?”

“Sepertinya, iya. Aku ingin meminangnya dua hari kedepan. Karena aku yakin, Winna pasti menolakku. Kenapa? Karena dia sudah muak melihatku dengan putri. Hahaha.” Nico tertawa geli.

Aku melihat Putri terdiam malu mendengarkan perbincanganku dengan Nico… Aku mencoba menanyakan Hal ini.

“Put? Kenapa sama Winna?”

“…. Enggak kenapa-napa, aku Cuma takut Winna marah besar kepadaku, Aku takut Winna menjauhiku, maka dari itu aku coba cuek dulu dengan Winna. Sebenarnya, aku tidak ada apa-apa dengan Nico, tapi, Nico aja yang nakal selalu mendekatiku. Aku mencoba menjalankan tugasku untuk membujuk Nico agar mau meminang Winna, tapi alhasil, semua berbeda dari rencana awal. Aku sama sekali enggak ada niat untuk mengkhianati Winna.”

  Aku benar-benar Shock tidak mengerti dengan alur cerita cinta seperti ini. Aku bergegas pergi, dan menuju kelasku, aku mencoba membersihkan fikiranku, dan menenangkan diri… Aku benar-benar tidak mengerti apa yang barusan saja aku dengar. Sepulang sekolah, aku menunggu Winna depan gerbang… Lima belas menit aku tenggelam dalam penantian kehadirannya, Winna hadir, dengan wajah yang masih lesu.

“Ayo, ikut aku.”

   Winna tidak menanyakan kepadaku, kemana aku ingin membawanya, kemana aku ingin mengajaknya. Winna nurut saja dengan perintahku dan mengangkat setengah Roknya lalu naik ke motorku. Aku berencana untuk menceritakan semuanya kepada Winna di café Zoro tempat Winna bercerita kemarin.

“Ada apa?”

“Begini, Win………………………………………” aku menceritakan jelas semuanya.

“Jadi, begitu… Ya? Yasudahlah, aku tidak sanggup lagi.”

   Namun, pada malam ini… Nico meminangnya lewat Telepon, dan Winna ragu untuk menjawabnya, karena faktor tadi. Setelah dijawab seperti itu, Nico enggan memberi Winna harapan lagi, Nico membiarkan Winna terdiam menunggu sepucuk harapan pasti dari Nico.

“….. Aku mencintai Nico, sampai kapanpun, aku tidak bisa melupakan Nico.”

“Sabar.” Jawabku.

  Inilah cerita cinta yang aku persingkat kesulitannya, yang sebenarnya aku tidak ingin berkecimpung di dalamnya, aku hanya ingin menyaksikan cerita ini akan bermuara dimana… dan kepada siapa cinta itu akan mendarat.

   Aku lebih sering mendapati Nico dan Putri yang berduaan menyantap satu cup es krim berdua, bercanda gurau, bahkan… lebih mesra dari itu.
Aku mencoba lebih diam, tanpa ada usaha ingin mengetahuinya, mencoba tetap tenang. Menjadi mediator antara Winna, Nico dan Putri. Karena ini Risalah Hati, yang hanya mereka bertiga dan Tuhan yang mengetahuinya.